Sejarah Pondok Pesantren Nurul Ummah

Ketika KH.Asyhari Marzuqi masih berada di Baghdad, ayahnya,KH.Ahmad Marzuqi, telah berusaha membuat tempat pengabdian dan pengajaran ilmu ketika kelak putranya kembali ke tanah air. Awalnya, ia memberikan pilihan kepada putra pertamanya itu untuk meneruskan perjuangannya di Giriloyo dengan mengasuh pesantren di sana.Tetapi KH. Asyhari Marzuqi memiliki pertimbangan lain.
Bagi KH. Asyhari, pesantren tidaklah harus didirikan di daerah kampung yang tradisional, jauh dari akses kota. Justru harus ada penyebaran dakwah dengan mengembangkan pesantren di tempat-tempat strategis. Selain itu, KH. Asyhari tidak ingin pengetahuannya terkekang dan untuk mengakses perkembangan informasi mutakhir menjadi terhambat. Apalagi, kebiasaannya yang cepat menerima informasi terkini membuat beliau berkeinginan tetap pada tempat yang mudah mendapatkan informasi dan ilmu.Oleh karenanya,KH.Asyhari menghendaki pesantren yang berada tidak jauh dari perkotaan.
Kiai Marzuqi berikhtiar. Dicarilah tanah yang dekat dengan kota. Ada tanah strategis di daerah Gedongkuning, Banguntapan,dan Bantul.Tetapi,belum sempat diseriusi, ada tawaran tanah wakaf di daerah Kotagede. Awalnya, tanah tersebut diserahkan ke ayah H.Abdul Muhaimin yang bernama Marzuki agar dapat digunakan untuk kepentingan umat Islam.Tetapi, hingga meninggal tanah tersebut belum termanfaatkan. Kemudian H. Abdul Muhaimin menawarkan ke KH.Tolhah Mansyur, tetapi beliau tidak sanggup memanfaatkan tanah tersebut. Kemudian ditawarkan juga kepada KH. Syaiful Mujab yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PW NU D.I. Yogyakarta. Oleh Kiai Syaiful, tanah tersebut ditawarkan kepada R.H. Suwardiyono, wakilnya di NU. Beliau sowan dan mengutarakan adanya tanah wakaf yang belum dimanfaatkan dengan baik. Maka, Kiai Marzuqi lantas memerintahkan santrinya, Kiai Nur Hadi Abdullah, untuk bersama-sama mengurus tanah tersebut. Tanah tersebut ditelusuri kepemilikannya.
Setelah ditelusuri, sesuai dengan petunjuk pada surat-surat tanah yang ada, tanah tersebut ternyata atas nama H. Anwar yang beralamat di Kepunton, Solo. Beliau adalah orang tua dari H. Muslim, pemilik Wisma Proyodanan Kotagede Yogyakarta. Ahli waris H. Anwar adalah Siti Salimah Priyomulyono, Hj. Siti Djufainah Muslim Anwar Pranoto, M. Djahid Anwar, H.M Dja’far Anwar Martono, H. M. Djalil Anwar Prajarto, S.H., Dr. M. Djohar Anwar, Dra. Hj. Siti Djuwairiyah Anwar, dan Ir. M. Djailani Anwar. Ahli-ahli waris tersebut memberikan kuasa kepada Muslim Anwar Pranoto untuk mengurus perwakafan tanah kepada Yayasan Pendidikan Bina Putra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *